Polewali – editorial9 – Menanggapi keberadaan Rancangan Undang-undang Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (RUU BPIP), yang diusulkan oleh pemerintah, sebagai pengganti atas ditariknya pembahasan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), Dewan pembina FPPS, Basri Bas, angkat bicara.
Menurut Basri, keberadaan RUU BPIP merupakan sebuah payung hukum dalam rangka penguatan ideologi, sehingga dirinya meyakini tidak terdapat lagi adanya pasal, yang kontroversial didalamnya.
“Dari apa yang saya pahami, RUU BPIP berbeda dengan raancangan Idiologi pancasila, bukan hanya nama, namun subtansinya sangat bedah. RUU BPIP bukan bermaksud menafsirkan pancasila, melainkan bagaimana menanamkan nilai-nilai pancasila, dalam kehidupan, ini sangat berbeda dengan RUU HIP sebelumumnya,” ucap Basri Bas, Senin,03/07/20.
Selain itu ia juga menambahkan, bahwa hingga sejauh ini, dirinya tak melihat adanya pasal yang sifatnya kontroversi dalam RUU BPIP.
“Misalnya soal tidak dimasukanya TAP MPRS Nomor 25 tentang pelarangan komunisme, marxisme dan lenimisme. Kini sudah dimasukan kedalam RUU BPIP,” tambahnya.
Kehadiran RUU BPIP ini, kata Basri, sangat fundamental untuk kebutuhan bangsa kedepan, karena dapat mengokohkan serta membumikan nilai-nilai pancasila, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
“Jadi kita berharap, persoalan ini sudah selesai dan tidak ada lagi masalah soal RUU ini,” katanya.
Lebih lanjut ia juga berharap, dengan adanya RUU BPIP, tak ada lagi yang terpengaruh dengan ideologi lain, lantara sistem hukum berbasis Pancasila sudah final.
“Jangan ada lagi ribut persoalan ini.Pancasila sudah sangat jelas dan paripurna, sebagai basis hukum dan bernegara, sebagaimana yang tercantum dalam sila ke lima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutupnya.(*)