Mamuju – editorial9 – Puluhan massa dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Mamuju, melakukan aksi Unjuk Rasa (UNRAS) di Kantor DPRD Mamuju, Rabu, 30/09/20.
Aksi yang dipimpin oleh Koorlap, Andi Reski Dermawan itu, dilakukan sebagai upaya mempertanyakan beberapa aset daerah yang dinilai tidak jelas keberadaan dan asas pemanfaatannya pada masyarakat, yang dimana aset-aset tersebut berasal dari penganggaran APBD.
“Menindak lanjut beberapa aksi kemarin dan juga beberapa edaran media online, terkait adanya dugaan penyalahgunaan aset-aset milik daerah, yang kemudian tidak sesuai prosedural dalam aturan Permendagri Nomor 17 tahun 2007, tentang pedoman pengelolaan barang milik daerah dan kurangnya tranparansi anggaran daerah, di situasi covid 19 hari ini,” ucap Andi Reski Dermawan, melalui pernyataan sikapnya.
Selain itu Reski juga menambahkan, bahwa saat ini ada beberapa kasus yang menjadi sorotan publik yang dimana terkait beberapa pengadaan aser milik daerah, seperti Pengadaan kapal feri mini yang dianggarkan oleh Pemkab pada tahun 2017 dengan anggaran Rp.1,9 millyar dan diresmikan oleh Pemkab pada tahun 2018 kemudian tidak beroperasi dengan baik.
“Bahkan, kondisi kapal feri mini kini mengalami kerusakan, yang sangat parah dan bahkan sebagaian bodi kapal tersebut kini tenggalam di Pulau Ambo kec. Bala-balakang. Dan tidak adanya tindak lanjut dari Pemkab dan DPRD dalam pengusutan pengadaan kapal feri mini yang terindikasi tidak sesuai Prosedural perencanaan yang baik,” tambahnya.
Menurut Andi Reski, hal ini kemudian harus ada yang bertanggung jawab dan harus diusut, sesuai supremasi hukum yang berlaku terkait penggunaan anggaran daerah yang tidak sesuai, yang pada dasarnya APBD tersebut, berasal dari uang masyarakat dan agar kemudian, kejadian-kejadian pengadaan yang cacat prosedural tersebut tidak terulang kembali.
“Belum lagi, berbicara aset daerah berupa gedung DPRD lama yang telah dibongkar pada tahun 2019, kemarin menuai kontroversi karena biaya penilaian apresial gedung DPRD lama itu, hanya senilai 60 juta dan yang diserahkan ke kas daerah baru kisaran 8 jutaan. Ini kemudian menuai pertayaan-pertanyaan di publik, yang tidak adanya transparansi dalam tubuh pemerintah,” ungkapnya.
“Adapula, beberapa aset-aset daerah yang simpang siur keberadaannya, bahkan adanya indikasi penjualan-penjualan aset, berupa beberapa unit exavator dan boomag, yang tidak sesuai prosedural serta tidak jelas, alasan dan tujuan penjualan aset-aset milik daerah tersebut,” sambungnya.
Lebih lanjut ia menuturkan, bahwa aksi tersebut dilakukan, semata-mata agar penegak supremasi hukum, dapat mengusut kasus-kasus, yang diduga menghabiskan uang negara sampai milyaran rupiah, tanpa tujuan dan asas manfaat yang memihak kepada masyarakat.
“Hal-hal seperti ini, tidak boleh luput dari pengawasan DPRD dan juga pihak-pihak yang ikut dalam pemantauan keuangan daerah.Jangan dengan sengaja kita membiarkan kasus-kasus yang merugikan daerah, merugikan masyarakat karena hal-hal yang tidak esinsial,” tutupnya.
Berikut poin tuntutan GMNI Mamuju :
1. Usut tuntas kasus feri mini yang tidak sesuai perencanaan pengadaan.
2. Perjelas apresial pembongkaran gedung lama DPRD Kabupaten.
3. Transparansi aset-aset milik daerah dan penjualan aset-aset milik daerah.(MP)