Mamuju – Editorial9 – Dalam rangka pelaksanaan Pilkada serentak, yang akan dihelat pada 23 September 2020 mendatang, di 270 daerah. Terdiri dari sembilan provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota madya, termasuk Sulawesi Barat, yakni Mamuju, Majene, Mamuju Tengah dan Pasangkayu, Bawaslu Sulbar kembali menegaskan, tentang larangan mutasi pejabat oleh calon petahana.
Komisioner Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat, Fitrinela Patonangi menjelaskan, ketentuan larangan penggantian pejabat atau mutasi tersebut, diatur pada pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016.
“Pasal 71 ayat 2 disebutkan, gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota dilarang melakukan penggantian pejabat, enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon. Larangan itu hingga akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri,” jelas Fitrinella, melalui press rilisnya, Sabtu, 11/01/20.
Selain itu ia juga menambahkan, bahwa pasangan calon di Pilkada 2020 akan ditetapkan pada 8 Juli mendatang. Itu berdasarkan Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2019, tentang perubahan atas PKPU Nomor 15 Tahun 2019.
“Maka hitungan mundur terhadap larangan tersebut jatuh pada tanggal 08 Januari 2020, dimana terhadap kepala daerah tersebut, tidak diperbolehkan lagi untuk melakukan penggantian pejabat, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri,” tambahnya.
Mantan komisioner KPU Kabupaten Polewali Mandar itu memaparkan, jika pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana maupun administrasi. Pada UU Nomor 1 Tahun 2015 pasal 188, sanski atas pelanggaran pasal 71 UU 10 Tahun 2016 berupa pidana penjara paling singkat lama enam bulan, dan denda maksimal Rp6 juta. sanksi serupa juga diatur dalam pasal 190 UU Nomor 1 Tahun 2015. Selain pidana, sanksi administrasi pun mengintai kepala daerah yang mencalonkan kembali, itu diatur melalui pasal 89 ayat 3 PKPU Nomor 3 Tahun 2017.
“Dalam hal bakal calon selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, petahana yang bersangkutan tidak memenuhi syarat,” terangnya.
Kordiv Hukum, Humas, Data dan Informasi Bawaslu Sulbar itu, juga mengungkapkan, bahwas elain mutasi, pasal 71 UU 10 Tahun 2016, juga mengatur larangan bagi pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI-Polri dan kepala desa atau lurah membuat keputusan, dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Itu tertuang dalam pasal 71 ayat 1.
“Ketentuan lainnya di pasal 71 ayat 3, gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Itu tak hanya di daerah sendiri tapi juga di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon, sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih,” ungkapnya.
Doktor ilmu hukum Unhas ini juga menuturkan, bahwa secara kelembagaan Bawaslu memiliki kewenangan terkait pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran. Bawaslu Sulbar melakukan upaya pencegahan melalui imbauan pada gubernur, wakil gubernur, bupati dan wakil bupati untuk melaksanakan ketentuan tersebut.
“Selain upaya pencegahan, Bawaslu dalam hal ini dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, maka Bawaslu menindaklanjuti melalui mekanisme penindakan pelanggaran, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang – undangan terkait pemilihan,” tutupnya.(*/FM)