KPID Sulbar Terima Kunjungan DPD-RI, Ini yang Dibahas

Susasana saat anggota DPD-RI berkunjung ke Kantor KPID Sulbar.

Mamuju – editorial9 – Kantor, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Sulawesi Barat (KPID Sulbar), di Jalan RE Martadinata, Simboro Kepulauan, Kabupaten Mamuju,kembali kedatangan tamu, yakni anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI), Almalik Pababari,Senin, 27/01/20.

Kehadiran anggota DPD-RI Almalik Pababari, dalam rangka Kunjungan Kerja (Kunker), masa reses I Tahun 2020 itu, diterima langsung oleh Ketua KPID Sulbar April Azhari, didampingi komisioner lainnya yakni Ahmad Syafri Rasyid, Sri Ayuningsih, Urwa, Masram, dan Busrang Riandhy.

Bacaan Lainnya

Dalam kesempatannya, Almalik Pababari, meminta masukan dari komisioner KPID terkait kendala yang dihadapi dalam penerapan UU Nomor 32 Tahun 2002, tentang penyiaran dan UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan transaksi eletronik.

“Dalam kunjungan kerja ini, kami ingin mendapatkan masukan dari KPID Sulbar dalam rangka penyempurnaan regulasi yang menjadi dasar bagi KPI/KPID dan KIP menjalankan tugasnya.UU penyiaran sedang digodok dan masuk dalam prolegnas 2020. Kami DPD – RI  akan mengawalnya meskipun dalam penentuan kebijakan bukan domain kami,” ucap Almalik Pababari.

Mantan Anggota DPRD Sulawesi Barat itu, juga berharap masukan atau usulan dari Komisioner KPID Sulbar tersebut, nantinya dikemas dalam   bentuk tertulis, untuk selanjunya dijadikan bahan oleh senator dalam memperjuangkan UU penyiaran, UU informasi serta transaksi elektronik.

“Untuk optimalnya, masukan dari komisioner KPID Sulbar dibuat secara tertulis, sebagai bahan kami memperjuangkan UU penyiaran dan UU informasi dan transaksi eletronik yang dirancang untuk dilakukan direvisi”, tutupnya.

Di tempat yang sama, Ketua KPID Sulbar, April Azhari dalam sambutannya, mengaku sangat mengapresiasi kunjungan reses oleh Anggota DPD-RI Dapil Sulawesi Barat itu.

“Guna mendapatkan masukan, terkait kendala dalam penerapan regulasi penyiaran di daerah,” ungkap April Azhari.

Sementara itu,  Komisioner  KPID Koorbid PS2P, Masram mengungkapkan bahwa sesuai tugas dan kewenangannya KPID berpedoman pada UU 32 tahun 2002 terkait  penyiaran dan  Komisi Informasi Publik (KIP), bertugas menegakkan aturan tentang keterbukaan informasi publik.

“Dua Lembaga ini, memiliki wilayah kerja berbeda. Di era kebangkitan informasi ini, sebaiknya KPID juga diberikan kewenangan untuk mengawasi dampak dari pengaruh Medsos, misalnya bagaimana komisioner KPID dalam mengawasi konten youtube, berita hoax dan ujaran kebencian. Untuk UU ITE khususnya pasal yang  merujuk kepada postingan berita bohong atau hoax, dan ujaran kebencian yang disampaikan di Medsos, penegakannya bisa diselaraskan tugasnya dengan lembaga lain, termasuk KPID,” kata Masram.

Hal yang  yang sama, juga diungkapkan Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran  KPID Sulbar, Busrang Riandhy, yang mengakui, bahwa  meski dampak dari pengaruh Medsos saat ini cukup dirasakan, namun KPID tidak bisa terlibat menangani dan menegakkan, kewenangan dan penegakannya ada pada ranah hukum.

“Diperlukan adanya penguatan dan aturan tegas, sehingga kedua lembaga ini memiliki kekuatan tugas dalam menjalankan tupoksinya. Regulasi yang ada saat ini sudah ketinggalan, banyak konten yang mulai membuat resah masyarakat dan memiliki pengaruh buruk tidak dapat ditangani, diperlukan penguatan Kelembagaan dan berkepastian hukum. Kami komisioner KPID berharap, anggota DPD- RI sesuai kewenangan mendorong percepatan revisi UU penyiaran dan UU ITE dapat menjadi pedoman dalam menata lembaga penyiaran didaerah,” ungkap Busrang Riandhy.

Lebih lanjut, terkait keterbukaan informasi, KPID Sulbar mengusulkan adanya aturan yang tegas, agar Pemerintah Daerah (Pemda), lebih serius dalam mengelola data dan informasi dengan mendorong lahirnya PPID dimasing-masing instansi.

“Kami berharap dalam  meningkatkan pelayanan publik dan wujud transparansi,. maka setiap instansi baik instansi daerah maupun vertikal agar berkewajiban membentuk PPID sebagai pusat pelayanan dan penyedia data, karena selama ini penyedia informasi dan data terkesan kurang maksimal dijalankan terutama di Sulawesi Barat ini ,” tuturnya.(Advetorial)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *