Politik Birokrasi Antara Kinerja dan Mutasi

(Catatan Kaki Terhadap Mutasi Ratusan Pegawai Pemprov Sulawesi Barat)

 Oleh : Amran. HB

Bacaan Lainnya

Awalnya, birokrasi diperkenalkan oleh budaya Eropa pada masa masa colonial antar lain dengan masa cultuurstelsel, masa desentralisasi dan emansipasi, masa pemerintahan pusat (central bestuur), masa Binnelands Bestuur dan Ambtskostuum Binnelands Bestuur, masa pendudukan bala tantara Jepang dan kemudian masa setelah Proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945.

Birokrasi memiliki arti bureau + cratie atau system struktur manajemen pemerintahan negara atau administrasi besar atau organisasi sesuai dengan kebutuhan atau keinginan yang kompleks yang ditandai dengan otoritas hirarkis diantara banyak kantor dengan prosedur yang tetap.

Seorang sosiolog asal jerman bernama Max Weber, menuliskan sebuah alasan yang menggambarkan bentuk birokrasi sebagai cara ideal, mengatur organisasi pemerintahan melalui prinsip-prinsip bentuk birokrasi, diantaranya harus terdapat struktur hirarki formal, pada setiap tingkatan dan dibawah control dan dikendalikan dalam sebuah hierarki formal atas dasar dari perencanaan pusat dan pengambilan keputusan, manajemen dengan aturan yang jelas adanya pengendalian, melalui aturan yang memungkinkan agar keputusan yang dibuat pada tingkat atas, akan dapat dilaksanakan secara konsisten oleh semua tingkat di bawahnya.

Organisasi dengan fungsional yang khusus pekerjaan, yang harus dilaksanakan oleh mereka yang benar merupakan ahli, kemudian disusun dalam unit-unit berdasarkan jenis pekerjaan, yang akan dilakukan berdasarkan keahlian,mempunyai sebuah misi target yang akan dituju atau yang sedang dilaksanakan,dalam upaya agar tujuan organisasi dapat melayani kepentingan yang akan diberdayakan, termasuk dalam misi untuk melayani organisasi itu sendiri harus melalui perhitungan pencapaian pada tujuan.

Perlakuan secara impersonal idenya agar memperlakukan semua pelaksana dan kepentingan, diperlakukan secara bersama- sama dan tidak boleh dipengaruhi oleh perbedaan individu, bekerja berdasarkan pada kualifikasi tekhnis merupakan perlindungan bagi pelaksana, agar dapat terhindar dari pemecatan sewenang-wenang, dalam menjalankan tugasnya.

Akan tetapi, David Osborne dan Ted Gaebler menyarankan agar birokrasi harus berubah menjadi birokrasi yang lebih memperhatikan partisipasi masyarakat, adanya kerja tim serta control rekan sekerja (Peer Group) dan atasan bukan lagi merupakan dominasi atau control.

Itulah beberapa landasan teoritik, dari birokrasi yang ideal, akan tetapi birokrasi tidak dapat lepas dari pengaruh dan Tindakan politik atau dengan istilah Building blocks, hal ini disebabkan proses melahirkan kepemimpinan dari sebuah proses politik, sehingga para birokrat dalam kriteria normative kebijakan, untuk mengalokasikan tugas membuat kebijakan oleh politisi non birokrat, dalam mendelegasikan dan menunjukkan bidang kerja birokrasi.

Dalam proses kesinambungannya, antara birokrasi yang dilahirkan oleh proses politik dan birokrasi normative atau disebut jabatan karier dan non karier dalam bentuk dan tatanan yang mengandung struktur dan kultur, struktur yang mengetengahkan sebuah susunan dari suatu tatanan dan kultur, yang mengandung nilai system kebiasaan yang dilakukan oleh para pelakunya yang dapat mencerminkan perilaku dari sumber daya manusianya.

Hubungan antara pejabat politik (Political Leadership) dan birokrasi yang akan menjadikan suatu hubungan yang konstan (bersinambung) antara fungsi control dan dominasi. Dalam hubungan seperti ini, akan senatiasa timbul persoalan, siapa mengontrol siapa dan siapa pula yang menguasai, memimpin dan mendominasi siapa.

Persoalan ini sebenarnya merupakan persoalan klasik, sebagai perwujudan dikotomi politik dan administrasi kemudian timbul dua pertanyaan yakni apakah birokrasi sebagai subordinasi dari politik (exsecutive ascendancy) atau birokrasi sejajar dengan politik (bureaucratic sublation).

Executive ascendancy diturunkan dari suatu anggapan, bahwa kepemimpinan para pejabat politik itu diperoleh berdasarkan kepercayaan, dalam teori supremasi mandat dapat diperoleh oleh kepemimpinan politik itu berasal dari Tuhan atau berasal dari masyarakat, public interest, supremasi mandat ini diligitimatisasi dapat melalui pemilihan atau penerimaan secara de facto oleh masyarakat.

Dalam model sistem demokrasi kontrol berjalan dari otoritas tertinggi masyarakat melalui perwakilannya (Political Leadership) diberikan pada birokrasi, sebagai kekuasaan untuk melakukan kontrol seperti ini yang diperoleh dari masyarakat disebut sebagai “overhead democracy”. Kepemimpinan pejabat politik atas birokrasi itu, timbul dari perbedaan fungsi antara politik dan administrasi dan adanya asumsi, tentang superioritas fungsi-fungsi politik atas administrasi.

Slogan klasik, pernah juga ditawarkan bahwa manakala fungsi politik berakhir, maka fungsi administrasi itu mulai (when politic end, administraion begin), slogan ini mengartikan, bahwa birokrasi pemerintahan sebagai mesin pelaksana kebijakan politik, yang dibuat oleh pejabat politik. Bureaucratic sublation didasarkan dari anggapan bahwa birokrasi pemerintah sesuatu negara itu bukanlah hanya berfungsi sebagai mesin pelaksana.

Menurut Max Weber bahwa birokrasi yang real (sebagai lawan dari “tipe ideal” itu mempunyai kekuasaan yang terpisah dari kekuasaan, yang dilimpahkan oleh pejabat politik, pejabat birokrasi yang terlatih secara profesional, mempunyai kekuatan tersendiri sebagai suatu pejabat yang permanen, yang mempunyai catatan karier yang panjang jika dibandingkan dengan pimpinannya pejabat politik yang bukan spesialis.

Bila memperhatikan hal-hal seperti ini, maka birokrasi dapat disebut mempunyai kekuatan yang seimbang dengan pejabat politik, karena dalam kedudukannya tidak sekadar sebagai subordinasi dan mesin pelaksana, melainkan sebanding (co-equality with the executive).

Dengan demikian, birokrasi bertindak sebagai kekuatan yang a politic but highly politized, dalam artian bahwa birokrasi bukan merupakan bagian dari partisan politik, akan tetapi karena keahliannya dapat mempunyai kekuatan, untuk membuat kebijakan yang profesional.

Mutasi dalam dunia pemerintahan, adalah sesuatu hal yang biasa bukan sesuatu yang luar biasa, selain untuk membangun kinerja para pegawai agar lebih baik dan lebih bersemangat dalam memainkan dinamika dan peran-perannya.  Akan tetapi, yang paling penting diperhatikan adalah Daftar Urut Kepangkatan (DUK) dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur itu sendiri, hal ini dilakukan agar tidak terjadi kecemburuan sesama pegawai, hingga pada akhirnya, mutasi yang dilakukan terhadap ratusan pegawai, bukan berdasarkan semata pada politik birokrasi, akan tetapi lebih utama pada peningkatan kinerja pegawai itu sendiri.

Oleh karena itu, seluruh perangkat dalam hal persoalan mutasi harus dilibatkan, sehingga mutasi atau pemindahan karyawan dari satu tempat ketempat yang lain, memiliki indicator yang jelas dan terukur.

amranhb@gmail.com

Makassar 7 Januari 2021.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *