Mamuju – editorial9 – Sikap empati yang ditunjukkan oleh ketua MPC Pemuda Pancasila Mamuju, Sutinah Suhardi yang telah merogoh kocek pribadinya memborong 32 ton gula di Bulog untuk masyarakat terdampak Covid-19, justru dituding sebagai penyebab kelangkaan gula di kabupaten Mamuju.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Perspektif Mamuju, Yuslifar Yunus Djafar, menyebut tudingan penyebab kelangkaan gula kepada Sutinah adalah tudingan salah alamat.
“Tudingan itu jelas salah alamat. Seharusnya bisa dibedakan mana gula untuk dikonsumsi mana untuk ditimbun. Yang kita lakukan itu jelas untuk konsumsi sebab dibeli lalu kita bagikan secara gratis kepada masyarakat. Itu ibaratnya masyarakat yang beli tapi uangnya dari ibu Sutinah. Jadi sangat jelas casenya.” ucap Yuslifar,” Selasa, 05/05/20.
Yuslifar sebaliknya menantang yang menuding Sutinah sebagai penyebab kelangkaan gula di kabupaten Mamuju, untuk melakukan konfrontir.
“Saya tantang yang “nyiyir” Bulog bermain dengan ibu Sutinah, dia berani tidak buat investigasi dua arah. Garis pertama yang bertanggung jawab atas ketersediaan pangan ataupun Sembako di Mamuju itu adalah Pemkab, Bulog itu di garis kedua,” katanya.
“Coba tanya juga ke Bupati Mamuju, stok sembako kabupaten berapa untuk bisa diberikan kepada masyarakat secara gratis? Beras dan gula berapa ton mereka punya? Isi gudang mereka ada berapa untuk bisa disubsidi dalam kondisi susah seperti sekarang? Nah kalau kurangnya masih ada, baru kita ke Bulog. Ini kok sudah menuding macam-macam, sementara Pemkab Mamuju sendiri tidak jelas stok mereka ada atau tidak,” sambungnya.
Sekretaris DPC Partai Demokrat Kabupaten Mamuju ini, juga menyayangkan oknum mendistorsi aksi bagi-bagi sembako yang dilakukan oleh Sutinah.
“Kita meyayangkan aksi ibu Sutinah ini didistorsi dan dipolitisir. Padahal, kalau Pemkab Mamuju berempati terhadap kondisi yang ada, seharusnya mereka bergerak cepat. Kalau perlu dana dari refocusing itu pake borong Sembako 10 kali lipat lebih banyak dari yang Sutinah bagikan gratis kepada masyarakat toh itu bukan dari uang pribadi Bupati. Daripada membangun landscape atau Manakarra tower dan hanya mengandalkan anggaran pusat serta berlindung dari Dana Desa. Itu baru pemerintah yang punya empati namanya,” tutupnya.(*/FM)